Sumber Gambar: kompaspedia.kompas.id
"Buat apa pilah sampah, kalau pada akhirnya dicampur petugas kebersihan?"
Pertanyaanku 9 tahun lalu; seorang ABG yang bahkan masih belum tahu bahayanya sampah apalagi mengetahui peliknya kondisi bumi yang terlalu sudah lelah terus 'menampung' sampah tercampur. Saat itu, dengan polosnya bertanya pada seorang narasumber yang sedang mengedukasi mengenai pengelolaan sampah di suatu forum nasional. Belakangan aku tahu bahwa beliau dari Dirjen Pengelolaan Sampah dan LB3, saat itu MenLHK nya masih Pak Balthasar Kambuaya, seingatku.
Beliau (narasumber) mengehela nafas, tersenyum lalu menjawab dengan berusaha menyederhanakan setiap kalimatnya padaku yang masih sangat awam dan hingga saat ini percis kuingat setiap kalimat beliau sampaikan, ”Kami menyadari tata kelola pengelolaan sampah di Indonesia saat ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, termasuk salah satunya dalam pengumpulan sampah. Namun, membiasakan memilah sampah itu membutuhkan waktu dan proses yang panjang untuk bisa mendukung pengumpulan sampah terpilah dan kalian (masyarakat) sangat bisa mendorong pemerintah nantinya. Maka, mari kita terapkan 3 M ; Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal terkecil dan Mulai dari sekarang”
Mendengar jawaban tersebut sebenarnya aku merasa masih belum puas, malah timbul berbagai pertanyaan baru, “Apa itu tata kelola?”. “Emang gimana tata kelola sampah di Indonesia?”, “Mendorong pemerintah caranya gimana?”, dan blablabla. Namun, ada nilai yang kudapat saat itu dari pesan yang beliau sampaikan bahwa kita perlu memulai untuk membudayakan; mulai dari diri sendiri, mulai dari hal terkecil dan mulai dari sekarang. Nilai tersebut yang akhirnya membawaku pada berbagai pertanyaan, pemaknaan hidup serta terus bertumbuh pada nilai yang diyakini, semoga pesan yang beliau sampaikan menjadi kebaikan jariyah untuknya.
Berbagai pertanyaan itu perlahan terjawab seiring berjalannya waktu. Sekarang aku coba merefleksikan secara singkat jawaban dari pertanyaanku 9 tahun lalu.
Di tahun 2018, tepatnya saat semester 4, aku mengambil mata kuliah Pengelolaan Sampah dan B3. Saat itu, rasanya paling tahu menyelesaikan masalah sampah di lapangan. Dari mulai melakukan riset, menganalisis kondisi lapangan hingga merencanakan pengelolaan sampah yang tepat dan relevan untuk diterapkan di suatu kawasan. Karena selama beberapa tahun berkecimpung di dunia persampahan, sudah merasa sangat gemas melihat tumpukkan sampah di mana-mana. Sebagai anak teknik, kami memang dibekali pengetahuan mendesain suatu sistem yang holistik secara sistematis dan berfokus pada pendekatan teknis. Ya, teknis, literally teknis. Non teknis itu bukan bagiannya anak Teknik Lingkungan, katanya.
Lalu, pandemi datang, bertepatan saatnya aku sebagai mahasiswa menuju tingkat akhir menyelesaikan praktik lapangan dan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Saat itu, aku mengambil topik perubahan iklim dan sampah untuk praktik dan KKN. Boom! Ternyata ketika terjun ke lapangan dan melihat isu persampahan yang begitu complicated membuatku hampir menyerah untuk terlibat di dunia persampahan. Faktor politik, budaya, ekonomi, sosial, nyata semua sangat mempengaruhi pengelolaan sampah. Pandemi membuatku banyak berefleksi dan mengobrol dengan diri sendiri. Ternyata ilmu yang kudapatkan di kelas hanya setitik teori, memahami permasalahan persampahan secara teknis ternyata hanya menyelesaikan 1/5 puzzle dari manajemen pengelolaan sampah secara menyeluruh, bahkan mungkin hanya sekian persen dari 1/5nya itu. Ternyata melihat isu persampahan ini tidak bisa hanya sekadar mengandalkan perspektif teknis, tetapi perspektif sosial, budaya, ekonomi, kebijakan, bahkan psikologi manusia dan banyak hal lain. Dan ya, aku nyatanya buta akan semua itu.
Lalu, apa sih sebenernya tata kelola persampahan?
Tata kelola sampah, sependek yang aku pahami, merupakan manajemen pengelolaan sampah secara holistik meliputi aspek teknis dan non teknis. Secara teknis, pengelolaan sampah difokuskan pada sistem operasional tekniknya, dimana pengelolaan sampah terdiri dari beberapa tahap yaitu mulai dari pewadahan/pemilahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan lanjutan hingga tahap pemrosesan akhir. Aspek teknis ini salah satu hal esensial untuk menunjang operasional pengelolaan di lapangan. Dalam merencanakan aspek teknis, tentu memerlukan kajian dengan berbagai metode pendekatan khusus agar dalam proses implementasinya relevan dengan kondisi lapangan dan tepat sasaran.
Selain aspek teknis, beberapa aspek non teknis yang mendasari sistem pengelolaan sampah, yaitu aspek regulasi atau peraturan, aspek pembiayaan, aspek kelembagaan, serta aspek peran serta masyarakat. Semua aspek dalam pengelolaan sampah harus diterapkan agar sistem pengelolaan sampah dapat berjalan dengan maksimal. Semua aspek tersebut memiliki hubungan satu sama lain, dimana aspek regulasi berperan sebagai dasar hukum untuk ketercapaian tujuan dalam pengelolaan sampah, aspek pembiayaan berfungsi sebagai sumber dana dalam pondasi kebutuhan operasional pengelolaan sampah, aspek kelembagaan memiliki peran sebagai pelaksana dalam pengoperasian sistem pengelolaan sampah, serta aspek peran serta masyarakat bertujuan menjadikan masyarakat untuk ikut serta dalam penanganan masalah sampah terutama sampah yang mereka hasilkan dimana masyarakat berperan untuk dapat mengurangi sampah yang mereka hasilkan. Kelima aspek itu adalah aspek dasar yang perlu direncanakan dan diimplementasikan secara sinergis karena saling berhubungan secara holistik.
Oleh karenanya sesuai yang aku ceritakan di awal, bahwa ternyata pengelolaan sampah itu memerlukan perspektif dan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu. Bagi aku yang lulus dari teknik, tentu masing sangat buta untuk melakukan advokasi pengelolaan sampah atau membuat sistem kelembagaan yang tepat apalagi berhubungan dengan kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya yang begitu kompleks. Maka, sistem manajemen pengelolaan sampah adalah konstelasi perjalanan panjang yang memerukan sinergitas berbagai pihak dan tentunya seyogianya dapat memenuhi berbagai kepentingan secara seimbang dan proporsional, termasuk kepentingan 'bumi' yang kerap kali tidak dilibatkan.
Itu adalah refeksi singkatku menemukan jawaban "Apa tata kola sampah?" yang jika dibedah setiap aspeknya memerlukan pembahasan yang cukup panjang, kayaknya. 9 tahun lalu, saat aku mengajukan pertanyaan itu, sempat membuat banyak 'orang dewasa' berdecak dan memberi tepuk tangan. Aku tidak mengerti, padahal aku merasa itu pertanyaan biasa saja. Sekarang aku tahu, bahwa itu merupakan pertanyaan yang sulit dijawab haha, apalagi kepadaku yang dulu masih bocah yang buta tata kelola pengelolaan sampahh.
Tulisan ini adalah retrospeksi dan refleksi dari sebagian kecil perjalananku mengenal kondisi permasalahan sampah. Tiba-tiba saja kemarin teringat momen itu dan hari ini bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional 2023, aku berusaha mengikat nilai dari setiap momen yang kudapatkan 9 tahun lalu melalui tulisan singkat ini.
Semoga cerita refleksi ini akan terus berlanjut.
Selamat Hari Peduli Sampah Nasional 2023!!!
0 Komentar