Awal menikah tentunya akan menjadi fase adaptasi bagi setiap pasangan di berbagai hal, belajar untuk saling berkompromi dalam perbedaan pemikiran dan kebiasaan, perlu menyelaraskan nilai, serta banyak hal lainnya yang tentu akan menjadi tangga-tangga yang harus dilalui dengan kesadaran dan keterbukaan. Salah satu yang menjadi tantangan bagi kami adalah mengatur urusan kebutuhan dan keuangan rumah tangga. Apalagi sejak awal, kami nekat bertekad untuk mengupayakan mandiri dengan mengontrak rumah, bertepatan saat itu aku memilih untuk tidak bekerja dan suami yang masih bekerja menjadi seorang guru honorer.
Kondisi tersebut tak lantas membuat kami terlalu khawatir sebenarnya. Berbekal keyakinan kepada Sang Penjamin Kehidupan akan selalu membersamai langkah kami dalam mengaruhi ibadah terpanjang ini. Aku selalu ingat pesan Bapak, "Hidup itu pasti akan selalu cukup, selama kita menjalaninya sesuai kebutuhan dan kemampuan", begitu pula Mama yang selalu mengingatkan, "Sederhanakanlah keinginan agar tidak terlalu banyak ketergantungan." Hal tersebut tentunya menjadi pondasi nilai yang membuat kami lebih tenang dengan tetap menjalaninya sesuai kemampuan dan mengupayakannya dengan sebaik-baiknya. Salah satu upaya yang kami lakukan adalah dengan menjalankan hidup selaras yang ketika kami menjalaninya membuat kami sadar bahwa perjalanan tersebut selain menjadikan hidup kami lebih sehat, tenang, dan berarti, sekaligus membuat kami jauh lebih hemat secara finansial.
Hingga beberapa minggu lalu, aku sempat mengunggah sedikit tulisan di story WhatsApp, begini :
|
Tangkapan Layar Cerita Whatsapps |
Ternyata, postingan tersebut mengundang cukup banyak pertanyaan,
"Selama ini kamu nyuci baju gimana?"
"Sabun mandi bikin sendiri?"
"Skinkeeeer kamu apa terus?"
"Heeei, gimana caranya gak belanja bulanan gitu?"
dan masih banyak lagi.
Sebenarnya aku sudah menjawab semua pertanyaan tersebut dan berakhir pada diskusi yang insigtful dengan beberapa teman, sampai-sampai bahas manajemen rumah tangga hihi seru sekali! Namun, aku tetap ingin menuliskannya untuk menjadi pengingat dan pengikat nilai yang aku yakini serta semoga bisa bermanfaat bagi teman-teman lain yang sama-sama sedang mengupayakannya.
Lalu, bagaimana aku tetap memenuhi keperluan rumah tangga?
1. Membuat Kebutuhan Kebersihan dari Bahan Baku Sama dengan Berbagai Modifikasi
Sejak awal menikah, kami memutuskan untuk tidak menggunakan sabun dan deterjen konvensional untuk memenuhi kebutuhan cuci. Selain secara personally aku kurang cocok dengan aromanya yang mencolok, juga terlalu banyak residu kimia yang berpotensi mencemari lingkungan. Oleh karenanya, kami memenuhi kebutuhan kebersihan kami dengan dasar sabun natural multifungsi dan cairan Eco-Enzyme (EE) lalu dibuat dengan segala modifikasinya sesuai kebutuhan.
Aku membuat sabun cuci yang berasal dari bahan baku minyak jelantah, soda api (NaOH) dan cairan Eco Enzyme yang kubuat dari hasil fermentasi sisa sayuran dan buah-buahan, lalu aku membuat sabunnya melalui proses saponifikasi proses dingin (cold process). Namun jika sedang tidak ada minyak jelantah, aku membuatnya dengan minyak kelapa atau goreng. Hasil dari proses saponifikasi ini akan menghasilkan sabun batang yang perlu melalui proses curing. Namun dalam penggunaanya, aku mengolahnya kembali dalam bentuk deterjen dan sabun cair dengan beberapa metode melalui beberapa eksperimen yang aku lakukan secara pribadi. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam penggunaannya. Seperti sabun dalam bentuk deterjen serbuk atau cair kami gunakan untuk mencuci pakaian di mesin cuci, sabun cair digunakan untuk mencuci motor dan perlengkapan dapur, sedangkan sisanya kami simpan dalam bentuk sabun batang sesuai bentuk aslinya untuk berbagai keperluan lainnya. Mengenai cara pembuatan dan beberapa metode modifikasi mungkin aku akan menuliskan khusus di kesempatan lain, InsyaAllah.
Selain membuat sabun cuci, aku juga stok buah klerak untuk antisipasi apabila sabun yang aku habis atau masih masa curing. Namun, dalam beberapa kesempatan aku juga menggunakan klerak jika membutuhkan. Dalam beberapa kondisi mendesak dan saat aku merasa tidak mampu membuat sabun atau mengolah klerak karena satu dan lain hal, aku biasanya menggantinya dengan sabun batang merk telepon yang aku di warung. Meskipun masih mengandung bahan kimia sintetis tambahan, setidaknya produk tersebut benar-benar sabun yang berbasis minyak, tidak terlalu lebay komposisinya (a.k.a: banyak komposisi tidak esensial) dan tentunya bisa dibeli tanpa kemasan.
Terakhir, untuk kebutuhan lap lantai, membersihkan dapur, deep cleansing ruangan, pembersihan water closet (WC), dan semacamnya aku menggunakan cairan eco-enzyme (EE) dengan takaran yang aku sesuaikan dengan kebutuhan.
2. Menyederhanakan Produk Perawatan Tubuh
Sebagaimana halnya untuk keperluan mencuci, aku mengupayakan memenuhi kebutuhan sabun mandi dan pencuci wajah natural dengan membuat yang sesuai dengan kebutuhan tubuh kami. Aku membuat sabun mandi menggunakan bahan dasar minyak zaitun dan minyak kelapa, sedangkan untuk wajah membuatnya dengan sabun castile dengan full minyak zaitun. Namun, dalam beberapa kondisi tertentu, aku terkadang juga membeli sabun alami tersebut kepada temanku yang merupakan artisan sabun lokal terdekat. Penggunaan sampo kami menggantinya dengan klerak yang dicampur eco-enzyme (EE) murni dengan takaran tertentu. Namun dalam beberapa kondisi, ketika suami sedang ingin sampo dengan busa yang lebih banyak biasanya aku tetap mencapurnya dengan sampo konvensional (bermerk nat*r).
Sebenarnya setahun belakangan aku sedang bereksperimen untuk mandi tanpa sabun dan sampo, aku menggantinya dengan cairan EE atau hanya menggunakan sabun dan sampo natural tersebut seminggu sekali. Namun karena suami masih tetap membutuhkannya setiap hari untuk sabun natural dan dua minggu sekali untuk sampo sehingga aku masih tetap rutin membuatnya setiap beberapa pekan. Meski begitu, karena aku tidak sering menggunakannya hal ini menjadikan kami sangat irit.
Kebutuhan perawatan gigi, kami masih mengguanakan sikat gigi pabrikan (gagang plastik). Hal ini karena kami yang merupakan mantan pengguna breket dan masih memerlukan perawatan gigi khusus, masih belum menemukan sikat gigi natural yang cocok untuk kondisi gigi kami. Suamiku rutin membersihkan gigi dengan sikat gigi dan pasta gigi natural yang aku buat sendiri meskipun masih ada campuran pasta gigi konvensional untuk adaptasi. Sedangkan aku biasanya menggunakan siwak dan menggunakan sikat dan pasta gigi tersebut seminggu sekali, Untuk perawatan gigi rutin lainnya kami menggunakan stainless tongue scraper atau sendok untuk membersihkan lidah serta oil pulling dengan menggunakan minyak kelapa/VCO setiap pagi hari atau kalo lagi males kumur-kumur menggunakan EE.
Lalu, bagaimana dengan produk perawatan wajah?
Perawatan wajah dan tubuh tentunya merupakan hal yang sangat personal. Kebutuhan setiap orang tentunya berbeda-beda. Sejak dahulu, aku tipikal perempuan yang cukup merasa keberatan jika harus menjalankan perawatan wajah rutin yang rangkaiannya terlalu banyak dan ribet huhu akhirnya beberapa tahun ini selalu mencari tahu dan bereksperimen dengan perawatan wajah yang paling sederhana. Hingga akhirnya menemukan solusi yang Alhamdulillah memenuhi kebutuhan wajah saat ini, yaitu aku menggunakan Extra Virgin Olive Oil (EVOO) yang berfungsi untuk pelembab sekaligus sunscreen hihi. Dalam beberapa kondisi, kulitku yang cenderung normal to dry ini juga kadang memerlukan Virgin Coconut Oil (VCO). EVOO dan VCO ini selain aku pake untuk perawatan tubuh luar juga yang biasanya aku minum sehari-hari atau digunakan untuk dressing.
Selain EVOO, karena kami rutin menggunakan minyak telon sejak sebelum nikah. Awalnya aku selalu minyak telon pabrikan, beberapa bulan terakhir sedang coba berikhtiar meraciknya secara alami menggunakan Virgin Coconut Oil (VCO), Almond Oil, Fennel Oil, Cejuput Oil dan Citronella Oil. Aku juga membuat minyak angin (karena kami tim gampang masuk angin huhu) yang terbuat dari VCO, Citronella Oil, dan Pappermint Oil.
Kebutuhan kesehatan tubuh lainnya, aku menggunakan pomace olive oil dan minyak kletik untuk keperluan body lotion atau untuk minyak pijat yang merupakan bahan utama dalam membuat sabun natural juga. Untuk scrub biasanya menggunakan bahan alami yang ada di dapur seperti oat, susu, madu, kulit pisang, kunyit, dll dan untuk deodorant kami menggunakan EE.
3. Mengganti Keperluan Esensial yang Lebih Berkelanjutan
Kebutuhan rumah tangga esensial lainnya yang biasanya masuk list belanja bulanan biasanya adalah pembelian pembalut, tisu, kapas, cotton bud, dan hal printilan semacamnya. Kebutuhan pembalut bulanan aku sudah menggantinya dengan pembalut kain sejak awal kuliah, sehingga aku sudah tidak perlu memikirkannya setiap bulan. Begitupun kapas wajah, aku menggunakan kapas kain yang aku buat DIY. Cotton bud kami menggantinya dengan menggunakan alat pembersih telinga stainless yang bisa digunakan berulang. Serta tisu aku menggantinya dengan kain yang aku optimalkan dari bahan kain yang tersedia. Aku membuat tiga kategori tisu kain: tisu wajah yang kubuat dari kain katun bambu, tisu lap aku buat dari bekas handuk serta tisu kamar mandi aku membuatnya dari kain mikrofiber yang aku beli di toko online.
Itulah beberapa upaya belajar hidup selaras yang aku lakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kami. Setelah bereksperimen menjalaninya selama dua tahun menikah kami memperhitungkan pengeluaran kami lebih hemat karena tidak ada alokasi bulanan khusus yang perlu kami siapkan untuk keperluan kebersihan dan perawatan. Hanya kebutuhan bahan baku minyak untuk membuat sabun natural dan perawatan wajah dan itupun kami hanya membelinya setiap beberapa bulan atau bahkan setiap setahun sekali tergantung kebutuhan. Sedangkan sisanya kami berinvetasi di awal seperti pembalut kain, alat pembersih telinga, tisu dan semacamnya yang bisa kami gunakan berulang selama bertahun-tahun. Sisanya kami mengoptimalkan eco-enzyme (EE), sang cairan multifungsi yang gratis dari proses alam dan minyak jelantah yang aku kumpulkan. Upaya-upaya tersebut selain membuat hidup kami lebih jauh lebih hemat, juga membuat kami lebih berkesadaran dan tenang karena minim bahan toksik di sekitar dan setidaknya kami berikhtiar untuk mengupayakan kualitas lingkungan yang lebih baik, minimal menjaga keseimbangan ekosistem yang ada di sekitar kami.
Memang setiap orang memiliki kebutuhan dan dihadapkan pada kondisi yang berbeda-beda. Upaya yang saat ini kami terapkan, mungkin tidak selalu relevan bagi setiap orang. Belajar hidup selaras bagiku adalah proses pembelajaran seumur hidup. Hal ini akan terus berkembang menyesuaikan kebutuhan, kondisi dan kemampuan yang paling relevan dengan kita saat ini untuk bisa mengupayakannya. Aku yakin setiap orang pasti bisa mengikhtiarkannya meskipun dengan versi yang berbeda-beda. Serta sepertinya kita tetap perlu terus merenungkan "Apa yang benar-benar kita perlukan dalam hidup" dan mendefinisikan kembali kata cukup sesuai versi kita masing-masing agar kita bisa terus merawat nilai dan energi baik serta bisa mengupayakan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang telah dianugerahkan-Nya.
Wallahu'alam bishawwab.
0 Komentar