(Refleksi Kelas Konsep Ilmu Kesehatan Holistik Untuk Muslimah)
Beberapa bulan belakangan ini, saya sedang berenergi untuk mengikuti beberapa kelas. Meski kadang merasa terlalu ambis, tetapi saya pastikan sudah benar-benar dengan kesadaran saat mengisi form pendaftaran, meski terkadang merasa burnout hehe. Terlebih untuk mengisi waktu luang di antara aktivitas saya yang saat ini menjadi seorang istri. Kalo kata suami saya, “Kalo kita tidak disibukan dengan melakukan kebaikan, kita akan terlena dengan waktu luang yang menjadikan kita melakukan kesia-siaan“.
Seperti biasanya, saya menulis di blog ini adalah bentuk retrospeksi untuk mengikat momen dan nilai yang saya dapatkan, baik ketika ketika mengikuti kelas, ngobrol maupun sekadar jalan-jalan. Setelah mengikuti beberapa kelas beberapa bulan terakhir ini, saya akan tuliskan secara perlahan sembari merefleksikan kembali untuk berupaya menginternalisasi setiap nilai yang didapatkan.
Kelas yang pertama saya ikuti adalah Holistic Healing Class for Muslimat yang diadakan atas kolaborasi wholisticgoodness dan kelasbubby. Sungguh sebuah nikmat yang luar biasa ketika Allah gerakan jari saya untuk melihat poster pendaftaran kelas tersebut. Karena sebenarnya saya sudah cukup lama melirik kelas wholisticgoodness yang memang harganya masih kurang ramah di kantong saya saat itu ketika menjadi mahasiswa. Atas kolaborasi itu, saya bisa mendaftar dengan harga infaq terbaik. Ditambah lagi kelas ini dikhususkan untuk muslimah, sehingga pendekatannya berdasarkan nilai-nilai islam.
Kelas Holistic Healing for Muslimat ini terdiri dari beberapa seri yang dilaksanakan sekali setiap bulannya selama 6 bulan. Sesi I adalah Konsep Ilmu Kesehatan Holistik untuk Muslimah yang disampaikan oleh Teh Vidya Permadiputri, yang merupakan Holistic Healing & Nutrition Practioner, GAPS Nutrition Protocol Coach. Masih bisa ikut loh di sesi selanjutnya, bisa buka link ini.
Mengikuti kelas ini memang adalah ikhtiar saya untuk belajar untuk hidup lebih sehat, meski saya sadar belum dengan serius mengupayakannya. Berefleksi ke tahun 2019, sebuah titik balik saya bertekad untuk mulai belajar hidup sehat. Bukan tanpa alasan, akhir tahun 2018 mama saya meninggal dunia karena divonis kanker payudara dan mengalami keterlambatan diagnosis sehingga penanganannya menjadi kurang optimal, bahkan sempat dioperasi rongga dadanya hingga tiga kali sebelum sel kankernya ditemukan. Padahal, sejak dahulu saya tahu betul, mama bukan orang yang sembarangan mengonsumsi makanan. Daging-dagingan pun jarang, apalagi makanan olahan seperti bakso, sosis, nugget, dan semacamnya. Setelah ditelusuri ternyata mama punya faktor genetik karena ternyata nenek saya pun meninggal setelah divonis kanker. Artinya, bukan tidak mungkin jika saya juga diwarisi genetik tersebut. Di sisi lain, saya cukup kecewa dengan penanganan medis yang dengan mudahnya melakukan operasi sebelum benar-benar mengetahui akar penyebabnya hingga menyebabkan mama semakin drop ketika itu.
Sejak saat itu, saya berniat untuk belajar mendalami ilmu kesehatan dan belajar hidup sehat sebaai penanganan preventif. Kekecewaan saya dengan penanganan di rumah sakit, membuat saya lebih tertarik untuk fokus mendalami ilmu kesehatan alami dan tradisional. Saya bahkan hingga membeli beberapa buku kesehatan alami dan hingga nge-print beratus-ratus halaman mengenai jurnal kesehatan hehe.
Namun semakin hari, saya kembali berefleksi, “Apakah niat saya ini sudah benar?”, “Apakah ini hanya bentuk penyangkalan karena saya belum bisa menerima kepergian mama?”. Nyatanya saya belum berdamai dan belum benar-benar menemukan STRONG WHY kenapa saya ingin hidup lebih sehat.
Pada kelas sesi pertama ini saya disadarkan dan dibukakan mata untuk berefleksi, “Untuk apa kita hidup sehat?”. Apakah hanya sekadar untuk sehat? Sekadar untuk menghindari penyakit? Sekadar untuk mencapai tubuh yang ideal? Lalu, sehat ini untuk siapa? Apakah hanya untuk pasangan? diri sendiri atau siapa?
Awalnya saya berpikir, memangnya salah dengan niat tersebut?
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah bersabda, “Ada dua kenikmatan yang manusia banyak tertipu, yaitu nikmat kesehatan dan nikmat waktu luang.”
Kesehatan adalah nikmat pemberian Allah, bentuk kasih sayang Allah, bukan semata-mata hasil dari usaha kita.
Dalam Q.S Ibrahim ayat 7 Allah berfirman, “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzabku sangat pedih‘.”
Selama ini mungkin kita hanya mengartikan nikmat sebagai suatu bentuk pemberian rezeki berupa uang, barang atau apapun pemberian yang kita dapatkan. Tanpa kita sadari ada banyak nikmat yang menempel di tubuh kita yang luput kita syukuri. Mata yang masih bisa melihat, hidung yang bisa mencium, masih bisa kentut dengan bebas, dan masih banyak lagi jika kita renungkan.
“Ah, tapi aku kalo setiap sunbathing tiap pagi suka hamdallah kok, setiap habis shalat selalu sujud syukur, kok.” pemikiran saya yang dangkal dan sombong ini.
Kini, saya berefleksi ulang, apakah bersyukur itu cukup dengan hamdallah?
Jika kesehatan adalah nikmat yang merupakan pemberian dari Allah. Maka, bentuk mensyukurinya selain dengan mengucap syukur adalah dengan membuktikan kepada-Nya bahwa kita benar-benar ‘menjaga’ kenikmatannya dengan merawat kesehatan kita.
“Lho, aku udah berusaha menjaga kesehatan kok! Aku makan cukup, olah raga rutin dan kalo sakit juga ke dokter.” pikiran kita yang menyangkal.
Namun, jika kita renungi lebih dalam, sudahkah makanan yang kita konsumsi ‘benar’ dan sehat? Sudahkan ‘cara’ kita makan itu benar dan cukup? Benarkah kita sudah mengonsumsi obat dengan cara yang benar saat kita sakit? Bukankah selama ini kita dinyamankan dengan makanan cepat saji yang membuat hidup kita ‘lebih mudah’? Bukankah lidah kita dibuat terlena dengan minuman hits yang hanya enak dilidah namun belum tentu sesuai dengan kebutuhan tubuh kita? Pertanyaan-pertanyaan terus berputar dibenak saya dan membuat saya banyak berefleksi.
Mengikuti kelas ini saya dibangunkan dari mimpi panjang yang membuat saya terlena. Selama ini saya terlalu egois dengan mengonsumsi makanan yang membuat lidah saya merasa enak dan sekadar asal perut sudah kenyang. Merasa sudah menjaga kesehatan dengan makan cukup. Padahal tubuh kita adalah satu kesatuan yang utuh yang saling berhubungan. Selama ini, jika kita renungkah, sudah berapa organ dalam tubuh yang kita dzalimi dengan mengonsumsi makanan fast food yang mengandung zat aditif, berapa banyak bakteri baik yang ‘kewalahan’ menangani makanan toxic yang masuk ke tubuh kita? Ah, benar-benar selama ini saya merasa terlalu ego hanya mengikuti nafsu tanpa benar-benar memahami tubuh saya seutuhnya.
Ngomong-ngomong, mengenai ‘tubuh kita’? Emang tubuh ini, apakah benar milik kita? Bukankah tubuh ini hanya sebuah titipan dari-Nya? Mari kita berefleksi bersama!
Setelah banyak merenung, saya sadar bahwa ternyata tujuan hidup sehat untuk sekadar mencegah penyakit dan membuat tubuh fit itu tidak cukup. Tentu juga karena bahkan kita tidak memiliki tubuh kita sendiri, maka kita hanya bertugas untuk menjaganya bukan menjadi semena-mena dengan mudahnya mengatakan, “Biarin lah makan ini, tubuh aku ini“. Mon maap nih, emang kita bikin tubuh kita sendiri, gitu? wkwkwk
Lalu, sebenarnya untuk apa kita hidup sehat?
Mengenai hal ini sebenarnya kita perlu beretrospeksi dengan mengingat kembali sebenarnya apa fitrah kita sebagai manusia, saya pernah membahas mengenai fitrah manusia di sini. Fitrah manusia ini sebenarnya sudah Allah jelaskan melalui firmannya Q.S Adz-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi, “Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku“.
Tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah. Kita hanya seorang hamba. Maka, sebenarnya semua yang kita ikhtiar dalam hidup semuanya perlu bermuara untuk beribadah kepada Allah, termasuk ketika meluruskan niat kita untuk hidup sehat. Karena tubuh kita adalah titipan yang Allah berikan dengan sempurna, maka kita mengupayakan ketika kembali kepada Allah tubuh kita dalam keadaan utuh dengan kita menjaganya.
Mengapa perlu memahami kesehatan holistik untuk hidup selaras fitrah?
Ilmu kesehatan holistik adalah konsep kesehatan yang menyeluruh (holo). Dalam kesehatan holistik kesehatan bukan hanya kesehatan fisik dan mental tetapi dari aspek fisik, energi, emosional, mental dan spiritual. Dalam hal ini, ilmu kesehatan holistik menjelaskan sudut pandang ilmu yang melihat manusia dan alam semesta sebagai sistem yang utuh dan menyeluruh, saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Terdapat interconnectedness.
Dalam ilmu kesehatan holistik dijelaskan 3 pilar (kaidah) kesehatan, di antaranya:
1. Hifdzul Shiha (Memasukan/Melakukan yang Baik)
Pilar kesehatan yang pertama adalah memberikan tubuh asupan dan melakukan aktivitas yang baik. Makanan yang baik adalah makanan yang mengandung esensi dari tanah dan yang terbaik adalah yang cocok untuk tubuh kita. Ingat ya, yang cocok untuk tubuh, bukan yang sekadar enak untuk lidah. Dalam hal ini, makanan bukan sekadar makanan untuk tubuh fisik yang berupa karbohidrat, protein, dll. Namun, aktivitas juga sangat berhubungan dengan makanan untuk tubuh energi, mental dan spiritual kita. Mengenai ini akan saya jelaskan lebih lanjut di tulisan berikutnya.
2. Alhimyah (Berpantang dari yang Buruk/Terlarang)
Selanjutnya kita perlu menjaga tubuh dengan berpantang dari asupan dan aktivitas yang buruk dan tidak cocok untuk tubuh. Misalnya makanan yang mengandung banyak zat aditif. Dalam hal ini berpantang dari makanan yang tidak halal dan thayyib.
3. Istifrah (Mengeluarkan Materi Buruk/Detoks/Taubat)
Mengeluarkan asupan atau aktivitas yang buruk yang sudah terlanjur masuk ke dalam tubuh dengan detoksifikasi. Proses ini tidak sekadar mengeluarkan racun yang berasal dari makanan fisik, namun juga permasalahan mental dan spiritual yang dilakukan dengan bertaubat.
Ketiga pilar tersebut adalah kaidah dasar dalam kesehatan yang harus dilakukan secara berurutan, jangan terbalik. Sedangkan, kita saat ini tanpa disadari melakukannya secara terbalik. Kalo kerasa sakit, baru berpantang makanan, baru mulai makan sehat.
Konsep kesehatan holistik dalam praktiknya sesuai dengan fitrah tubuh kita dan mengikuti ritme tubuh. Pembahasan ini akan saya jelaskan di tulisan selanjutnya, Insyaallah.
Lalu, bagaimana memulai hidup sehat sesuai fitrah?
1.Luruskan Niat dan Temukan Strong Why
Refleksikan kembali, niat kita sehat adalah untuk menjadi hamba yang bisa memaksimalkan ibadah dan berupaya kembali dengan keadaan utuh ketika bertemu dengan-Nya.
2. Mengenali Diri Sendiri Secara Utuh
Kenali apa sebenarnya yang tubuh ini butuhkan, apa keluhan yang dirasakan dengan lebih mendengar dengan utuh. Mendengar tubuh fisik, mental, emosi, energi dan tubuh spiritual kita.
3. Mudah, Senang, Butuh
Mulai dari yang paling mudah didapatkan di sekitar kita dan lakukanlah dengan enjoy tanpa beban.
4. Istiqomah
Ini memang tidak mudah. Terus berdoalah kepada-Nya untuk ‘dimampukan’. Karena kita hanya seorang hamba yang lemah tanpa kekuatan-Nya.
5.Sabar dan Sadar
Dua poin yang penting. Sekali lagi, kesehatan adalah pemberian. Kita hanya bisa berikhtiar, dengan terus menutut ilmu dan berupaya mengamalkannya. Sabar dengan perlahan dan memaknai prosesnya.
Hidup sehat adalah proses perjalanan, bukan tujuan akhir. Hidup sehat adalah lahan syukur atas nikmat-Nya dan jalan untuk berusaha mengabdi kepada-Nya dengan sebaik mungkin serta mengupayakan ketika kembali kepada Allah tubuh kita dalam keadaan utuh dengan kita menjaganya. Wallahu’alam Bishawwab.
0 Komentar