Hi, kali ini aku mau cerita lebih personal dari perjalanan hidupku. Perjalanan yang memang menggelitikan tapi nyatanya sarat pembelajaran. Bersamanya, seorang yang sangat berpengaruh dalam proses pendewasaan hidupku.
Kenalkan, dia adalah Viqrisyam Rizki Yuniarta, yang memiliki banyak panggilan random dariku yaitu Kaviq, Sam, Kodok, Idiot Habibie, Syam, dan masih banyak panggilan ‘kesayangan’ katanya, saat itu.
Dia adalah sosok dewasa yang telah menuntunku berjalan di fase pendewasaanku. Terlebih karena secara usia dia 3 tahun lebih tua dariku wkwkw pantas saja pengalamannya sudah cukup jauh dariku yang saat awal masuk kuliah masih bocah dan masih mencari jati diri hihi. Benar ternyata kata orang, kuliah itu bukan cuma proses belajar sebuah bidang keahlian tapi proses pembentukan pola pikir. Bersamanya aku belajar dan bertumbuh bersama, terlebih saling membantu memahami diri kami masing-masing.
Aku, Nazla yang saat awal kuliah cukup teratur, rapi dan terstruktur. Punya ambisi harus menjadi mahasiwa yang berprestasi, produktif, yaaaa sebagaimana mahasiswa baru pada umumnya lah yang energinya masih full. Terlebih aku perlu ekstra kerja keras untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Berkuliah di Surabaya memang masih sama-sama di pulau Jawa, sih. Tapi ternyata dari budaya, makanan, suhu udara, cukup berbeda. Terutama suhu udara di sana jauuuh banget sama Sukabumi yang dingin dan bikin tiduran terus. Bahkan aku harus bangun jam 3 dini hari untuk mandi, karena semalaman tidur di sana seperti mandi keringat, tubuhku basah semua. Tapi menyebalkannya, baru keluar kamar mandi keringatan lagi, sebel kan 🙁
Okee balik lagi, yang ingin aku cerikana adalah bahwa dia, Viqrisyam ini adalah orang yang menemaniku menghadapi segala tantangan selama aku di Surabaya, termasuk membuatku banyak belajar untuk beradaptasi di sana.
Pertama aku mengenalnya adalah saat pertama kali technical meeting untuk pengakaderan. Aku ingat betul, dia menggunakan jaket hijau IMTLI dan jeans abu yang mulai pudar, belakangan aku tau itulah outfit favoritnya hihi. Dia mengenalkan dirinya, “Nama saya Viqrisyam, dari ENV 3” dengan suara bulat, mata tajam dan senyum tipis. Kesan pertamaku padanya si mata elang, keliatannya pinter deh, dan ganteng (semua wanita yang melihat dia mengatakan hal sama). Karena nyatanya memang begitu, perangai dan fisiknya di atas rata-rata wkwkwk, ditambah saat aku kuliah beberapa dosen bilang, “coba tanya kating kalian itu Viqrisyam, dia cerdas udah jago materi ini”. Waw! selain ganteng, cerdas juga, benar asumsiku! Tapi meski begitu aku tidak ada perasaan apa-apa, terlebih pada awalnya aku mengira dia itu pacarnya teman angkatanku. Ternyata anggapanku salah wkwk
Hingga suatu malam, pukul 21.00 adalah jadwal tidurku. Nazla si pelor memang tipe early bird. Bangun dini hari tapi malam sama sekali tidak bisa bergadang. Saat aku sedang tidur ada nomor yang dua kali menghubungiku, tanpa pesan pengantar. Mengganggu saja, pikirku! Aku lanjut tidur.
Keesokan harinya, aku mengecek dan foto profil WA nya kok memang mirip dia, Viqrisyam ini. Aku bertanya ke beberapa temanku untuk memastikan, mereka beranggapan hal yang sama. Aku akhirnya memutuskan mengirimkan pesan kepadanya untuk mengonfirmasi panggilan malam sebelumnya. Aku bukan tipe perempuan yang gengsi menghubungi laki-laki, jadi bagiku tidak masalah. Terlebih sahabat di SMA banyak sekali yang laki-laki, jadi bukan hal yang asing lagi untuk berhubungan dengan lawan jenis. Akhirnya kami pun berkomunikasi cukup intens sembari berkenalan seperti layaknya kaka tingkat dan adik tingkat.
Sebenarnya aku tidak merasa hubungan kami spesial, terlebih bersamaan dengan dia yang menghubungiku cukup intens, beberapa kating laki-laki lain pun sering menghubungiku, lima orang lainnya wkwkkw
“Wah mereka ini modus” pikirku. Apalagi pola komunikasinya sama. Ngechatin terus lalu ngajak keluar. Ah, basi! Aku sudah hafal trik-trik mainstream kaya gitu. Lagi, inget sahabat-sahabatku banyaknya laki-laki dan mereka tidak alfa curhat tentang gebetan sampai pacarnya.
Hubunganku dengannya masih ku anggap biasa aja, tidak ada perasaan lebih kepadanya, membalas jika aku mau dan jika ada keperluan. Hingga suatu hari, aku ditugaskan dosenku untuk mencari buku ‘Chemical of Environmental Engineering‘ penulisnya adalah Sawyer. Kata beliau, pinjam ke kating saja. Lalu, akhirnya aku berselancar ke beberapa kating dan tidak ada satupun yang memilikinya. Namun, Viqrisyam ini berinisiatif untuk mencetakkannya untukku. Bilangnya, “Aku mau sekalian cetak juga nih soalnya belum punya.” Padahal belakangan aku tau ternyata dia tetap mencetaknya satu hahaha. Dasar modus!
Pertemuan pertamaku di luar kampus dengannya adalah saat dia mengantarkan buku hasil cetaknya itu. Di situ, aku mulai membuka diri. Aku merasa dia baik hati malakukan hal itu. Bagiku, itu sangat istimewa. Kalaupun dia bertujuan untuk mendekatiku aku akan coba perlahan membuka hati, pikirku saat itu wkwkwk Karena cara dia mendekatiku itu anti mainstream loh, unique!
Ntah mengapa hubunganku dengannya semakin dekat, semakin akrab. Memang untukku tidak sulit berhubungan dengan lawan jenis, namun bagiku untuk membuka hati memang tidaklah mudah. Memiliki kondisi mental Daddy Issue membuatku cepat nyaman dekat dengan laki-laki namun sulit untuk percaya.
Hingga pada 15 Desember 2017, dia mengajakku berlibur di rumahnya, di Lumajang. Bagiku tak masalah jika harus menginap beberapa hari di rumah teman laki-laki, tapi syaratku kaviq harus memintakan izin mama. Saat itu Mama masih ada, akhirnya untuk pertama kalinya kaviq mengubungi Mama.
Beberapa hari aku berlibur di sana dan merasakan kenyamanan yang aku tidak dapatkan di rumahku. Keharmonisan dan hubungan antar keluarga yang begitu lekat. Pertama kali aku terkesan melihat keluarga mereka, saat pada pagi hari Ibu meminta Kaviq dan adiknya, Fathi membantu mencuci. Mereka pun dengan ringan tangan membantu ibunya. Mencuci bersama sembari santai mengobrol dan sesekali bercanda.
Menuju siang Kaviq mengajak aku dan adiknya untuk bermain ke Curug. Saat itu aku, Kaviq dan adik keduanya Adit berboncengan dalam satu motor. Saat itu Adit masih kecil dan masih bisa nyempil di tengah wkwkwk Kami menikmati perjalanan itu dan ada sebuah nilai yang aku dapatkan dari Kaviq saat di perjalanan akan membeli makanan. ‘Jajannya di warung aja ya, dahuluin usaha kecil‘, katanya dan pesan itu sampai sekarang aku ingat ketika aku ngebolang dan jalan-jalan bersama temanku.
Malamnya, aku diajak makan di luar bersama keluarganya. Juga bersama pacar adiknya bernama Brina. Syukurlah ada teman ‘calon menantu’ pikirku saat itu wkwkwk Kami sangat menikmati momen itu. Aku yang baru pertama kali ke sana, masih malu-malu. Jangankan mengobrol kepada keluarganya, dengan Kaviq pun saat itu masih banyak batasan.
Dua hari aku liburan di Lumajang akhirnya aku pulang kembali ke Surabaya bersama Kaviq. Hubungan kami semakin dekat. Saat itu sudah memasuki liburan semester ganjil. Saat liburan Kaviq berencana mengikuti pelatihan Renewable Energy di Bogor. Surprisely, Bogor dekat dengan Sukabumi! Akhirnya aku membujuk Kaviq untuk mampir ke Sukabumi sekaligus kenalan dengan Mamaku. Seperti Kaviq, aku pun memintakan izin kepada Ibunya Kaviq.
Hubungan kami semakin dekat. Kaviq akhinya datang ke Sukabumi pada bulan Februari 2018 setelah pulang kegiatan dari Bogor. Saat itu berbarengan dengan kondisi Mama yang sedang sakit. Aku jadi ingat betul saat Mama tau kaviq akan datang dia berkata “Mama harus sehat kan bakal ditengokin calon mantu, biar mama bisa masakin”. Ucapan dan ekspresi Mama yang sangat sumbringah menyambut Kaviq saat itu.
Namun ternyata qadarullah, saat kaviq datang adalah waktu-waktu mama sakit semakin parah. Tepat hari kedua Kaviq di rumah adalah tepat hari di mana Mama harus operasi. Akhirnya boro-boro aku mengajak dia main keluar, tapi kaviq harus menemaniku bolak balik ke rumah sakit. Yang paling membuatku terharu adalah saat belakangan ku tahu bahwa Kaviq memiliki phobia rumah sakit setelah Ibu Kaviq cerita padaku. Namun, saat Mamaku dioperasi, Kaviq lah yang menemaniku dan mama di RS. Aku tak bisa membayangkan perasaan dan ketakutan Kaviq saat itu, bahkan kami sampai menginap untuk menunggu Mama di ruangan.
Selama di Sukabumi Kaviq hanya menemaniku di rumah sakit untuk merawat mama. Aku sangat terharu dengan kebaikannya dan hingga saat ini pun aku tak akan pernah melupakan semua kebaikannya. Setelah seminggu, akhirnya dia pulang kembali ke Lumajang.
Memasuki semester genap, aku kembali berkuliah meski dengan berat hati meninggalkan mama yang masih sakit. Kaviq adalah satu-satunya orang yang sudah mengetahui kondisi keluarga, latar belakang hingga kondisi mentalku. Perlahan aku mulai membuka perasaanku untuknya. Meski kami tidak meresmikan kami berpacaran, tapi rasanya sama saja seperti berpacaran. Menjalin hubungan dan merawatnya bersama.
Singkat cerita, kami telah melalui banyak momen. Belajar bareng, main bareng, nakal bareng, nangis bareng, makan bareng udah beratus2 kali wkwkwk Wah banyak deh pokoknya, kita udah bucin banget dah!
Makan di Sukabumi Main di Sungai Belakang Rumah Kaviq di Stasiun Wonocolo Bulan Puasa Saat Nugas Bareng di Wifi ID Saat Nazla Ilang Helm VC Saat LDR
Cukup banyak kisah yang kami lalui. Pertengkaran tentunya menjadi bumbu hubungan kami. Bersamanya lah aku belajar memahami emosiku, mulai mengenal diriku seutuhnya. Ya, bersama dia! Tidak jarang kami bertengkar hingga emosi kami sama-sama memuncak. Aku baru menyadari kini, mungkin itu adalah emosi kita masing-masing yang tersimpan karena luka masa lalu yang sama-sama kami alami (namun case nya berbeda).
Hingga pandemi datang. Tepat saat kami sedang sekelompok mengerjakan tugas besar AMDAL yang menguras tenaga, pikiran, waktu dan hatiiiii terutama. Karena tugas ini, akhirnya seringnya kami membahas mengenai tugas dibanding obrolan intim mengenai hubungan kami. Pandemi membuat kami kesulitan berkomunikasi, mungkin pada dasarkan kami berdua buat pasangan yang cocok LDR ya, karena aku merasa sering sekali kami mengalami pertengkaran kecil yang berulang dan selalu dengan permasalahan yang sama.
Pandemi membuatku banyak berefleksi akan hidup, salah satunya tentang hubungan aku dengan Kaviq. Aku mulai menanyakan keseriusannya. Aku bertanya tentang apakah dia ada niat untuk menikahiku dan kapan kiranya dia memiliki target untuk menikah. Setiap aku menanyakan mengenai pernikahan, selalu saja disangkal dan dialihkan. Alasannya, “aku gakmau bikin istri aku nanti sengsara karena belum mapan dan blablabla.”, bahkan pernah suatu waktu aku mendapati respon yang tak mengenakan ketika aku bertanya (lagi) tentang keseriusan dia, “Aku aja gak tau butuh nikah atau engga.” Jleeeb, aku benar-benar ingat betul responnya saat itu. Aku tak tau apakah dia bercanda atau serius mengatakannya, yang jelas aku benar-benar sakit hati. Di titik itu aku benar-benar banyak merenung, semakin hari hubungan kami semakin buruk, komunikasi kami aku pikir hanya sekadar basa basi, aku tak pernah lagi cerita masalahku di rumah, perlahan dia menghilang, hingga akhirnya kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan di Agustus 2020.
Setelah putus, banyak hal yang aku lakukan sebagai coping mechanismku. Meski putus, kadang kami masih berkomunikasi. Ya bagaimanapun aku dan kaviq tidak mudah melepaskan satu sama lain. Hingga awal tahun 2021 masih pandemi, kegiatanku semakin bertambah. Aku mengikuti kegiatan relawan yang mempertemukanku dengan calonku yang sekarang. Jujur saja, tidak mudah bagiku untuk melepaskan, awal-awal aku putus hampir tiap hari aku nangis, tiap hari aku cerita kepada sahabat-sahabatku tentang kaviq. Literally sampai bulan April 2021 aku masih selalu menceritakan tentangnya. Perlahan aku mulai mengendalikan perasaanku, menuliskan semua perasaanku dan berproses untuk melepaskan dan mengikhlaskan.
Singkat cerita, bulan Juni aku memutuskan untuk ke Surabaya bertemu Kaviq dan berpamitan kepada teman dan dosenku rencananya. Di sinilah titik benar-benar aku memutuskan untuk melepaskan kaviq. Saat itu sudah beberapa hari aku bertemu Kaviq, dia sakit dan akhirnya aku mengantarnya ke rumahnya. Di sana ntah bagaimana awalnya, aku menemukan dia chat dengan beberapa perempuan dan belakangan setelah dia bercerita akhirnya ku tahu bahwa dia memang sudah mendekati perempuan sejak akhir tahun 2020. Ntah mengapa hatiku benar-benar sakit saat itu. Ntah karena aku merasa dia membohongi aku saat dia bilang ingin kembali padaku atau aku sakit karena mengapa proses dia melupakanku begitu cepat. Yang paling menyakitkan lagi saat dia bilang, ‘aku kesepian dan butuh pelampiasan’. Aku semakin tidak yakin jika aku harus bersama lagi dengannya.
Saat itu dia benar-benar cukup ‘memaksa’ku untuk kembali padanya. Bahkan dia membentakku karena aku memilih calonku yang dia kira aku sudah lamaran dengan calonku padahal belum sama sekali sampai masalahnya menjadi semakin rumit. Aku merasa dia sangat emosi hingga berkata bahwa aku seperti kacang lupa kulitnya, abis manis sepah dibuang. Katanya, aku memilih laki-laki yang sudah mapan dan berkecukupan. Padahal kenyataannya tidak! Dia yang kaviq sebut2 mapan padahal gajinya saja masih besar kaviq, hidupnya aja lebih sederhana dari kaviq. Aku dari dulu tidak pernah ingin memilih laki-laki yang sudah mapan secara harta, aku ingin merintis dari awal bersama calon suamiku nanti, tapi bagi kaviq itu tidak masuk realistis 🙁 Makanya ketika aku harus menunggunya mapan, emang aku nanti mau sama dia? belum tentu! karena nilai hidupku bukan itu.
Kaviq benar-benar sampai menangis dan terlihat depresi. Aku takut, saat itu. Aku takut jika dia nekat melakukan hal yang tak diinginkan. Ketika dia sedang emosi-emosinya aku pun jadi terbawa emosi, mentalku saat itu benar-benar tidak karuan. Tapi, perlahan kewarasanku kembali, aku menyerahkan yang terbaik kepada-Nya. Aku meminta Allah untuk menguatkan kami saat ada di fase itu.
Lagi, aku merasa semakin yakin melepaskan kaviq saat dia bilang bahwa ibunya berkata, “Ayo lamar duluan, lagian masih pacaran.” Di situ aku benar-benar yakin untuk tidak memilih kaviq. Aku tidak mau menerima siapapun yang terlalu berambisi, akhirnya memutuskan segala sesuatu dengan tidak benar-benar sadar.
Aku tidak membenci kaviq, sampai saat ini pun aku masih sayang dia, sayang dengan cara dan porsi yang berbeda. Bagaimanapun dia adalah sosok penting yang berperan di proses pendewasaanku. Apalagi saat aku didiagnosis memiliki mental disorder, dia adalah caregiver utama saat itu. Meski akupun tak mengerti ketika beberapa waktu belakangan ini aku bilang ‘aku sedang manik’ dia tidak paham istilah itu, padahal dia tau aku memiliki mental disoder, tapi dia tidak ngeh dengan istilah itu yang padahal basic banget untuk diketahui sebagai caregiver. Ntahlah, mungkin lupa.
Aku benar-benar bersyukur dipertemukan kaviq. Dulu aku dengan pedenya yakin bahwa Kaviq adalah alasan aku kenapa aku berkuliah di Surabaya, aku yakin kami bisa berjodoh. Namun kini alasan itu sudah terupgrade, aku yakin pertemuan kami ini memang bukan kebetulan dan mungkin perjalanan kami selama 4 tahun adalah cara Allah untuk mendewasakan kami.
Terima kasih, Kaviq. Kalo kaviq baca ini, artinya Insyallah Nazla sudah mulai melepaskan Kaviq dengan kesadaran dan sedang proses ikhlas dengan segala ketentuan-Nya karena Nazla di titik ini Nazla sudah menerima lamaran dari calonku.
0 Komentar