Kenalkan, PTH adalah penjelajahan tanpa harapan hihihi. Ah ngasal aja ngasih namanya mah. PTH akan menjadi cerita penjelajaan panjang dengan setiap nilai yang kudapatkan. Perjalanan yang membawaku belajar untuk lebih terbuka, lebih mendengarkan dan merendahkan harapan.
Memutuskan untuk melakukan perjalanan bukanlah tanpa alasan, namun tidak pula memiliki banyak tujuan. Selama 1 tahun lebih aku di rumah, berjebaku dengan pikiranku yang rumit dan merasa sangat rentan memasuki fase depresi. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi sendiri sementara dari rumah untuk menetralkan perasaanku, menenangkan diri dengan menikmati setiap perjalanan.
Tidak banyak harapan, hanya menetapkan tujuan di catatan kecilku, aku akan melakukan perjalanan ke Tasikmalaya, Jogjakarta, Surabaya, Bojonegoro dan Banyuwangi. Sekaligus bertemu dengan teman-temanku dan memenuhi janjiku untuk menemui mereka. Hanya beralasan ‘akan menyiapkan yudisium’ tidak mudah bagiku untuk mendapatkan izin dari Bapak. Aku yang tak banyak persiapan, hanya menyiapkan mental yang tenang dan membawa sebuah tas ransel berukuran 40 L dan sebuah totebag berisi buku, power bank dan tempat makan.
Memulai perjalanan ke Singaparna Tasikmalaya pukul sekitar pukul 08.30 aku sudah sampai di terminal dan tertinggal bis jurusan Singaparna. Akhirnya aku menaiki bis budiman menuju terminal Tasikmalaya. Risikonya aku harus naik kendaraan umum selama sekitar 1,5 jam lagi sampai ke tujuan rumah uwa. Its’ okay i enjoy my journey. Bis berangkat sekitar pukul 10.00 WIB, tidak ada kekecewaan karena harus menunggu, karena aku tidak terburu-buru juga tidak ditunggu. Meski harus menunggu aku kenikmati waktuku bersama buku. Just enjoy every moment.
Aku duduk di depan, dekat bersama supir dan kondektur. Selama perjalanan aku hanya membaca buku dan menikmati jalan, sesekali membuka chat di whatsapp. Saat sudah sampai di Garut akhirnya aku membuka percakapan, bertanya mengenai rute dari terminal Tasikmalaya ke Singaparna kepada Pak Kondektur. Hanya bertanya satu pertanyaan saja, membuatku akhirnya mengobrol dengan Pak Supir dan Pak Kondektur hingga aku sampai di tujuan.
Obrolan dari ditanya “darimana, Neng?” hingga ditanya tentang perkuliahan hingga aku diberi wejangan mengenai pekerjaan. Pak supir yang aku tidak tau namanya bercerita panjang lebar hingga aku mendampatkan satu nilai yang dia sampaikan dengan rona wajah tulusnya, “Pekerjaan itu yang penting berkah dan manfaat.” Bapak tersebut membobol stigma burukku pada seorang supir bis yang biasanya ugal-ugalan, kasar dan kalo ngomong teriak-teriak. Bapak tersebut dengan tenang menyupiri kami dan terlihat begitu enjoy menikmati perjalananya sambil sesekali mengobrol bersama aku dan Pak Kondektur.
Terlalu lama menikmati perjalanan, akhirnya sampailah aku di tujuan; terminal Tasikmalaya. Bapak kondektur menoticeku, akupun turun dan mengucap pamit kepada Pak Sopir dan Pak Kondektur. Pak Sopir bilang, “Hatur nuhun, Neng. Semoga lancar urusannya.” Akupun kembali berterimakasih dan pamit.
Aku merasa di awal perjalananku, perasaanku penuh dan berisi. Meski hanya sendiri tanpa tidak merasa sepi.
0 Komentar