(Pengalaman Kontak dengan Pasien Positif)
Malam itu, aku mendapatkan sebuah pesan dari temanku, “nas, aku positif, maafin“. Aku kaget, pasalnya selama 2 hari aku menemaninya sakit dan mengetahui kabarnya saat kami sudah berpisah beberapa jam setelah aku pulang kos. Aku benar-benar speechless, karena sudah pasti kami kontak sangat intens selama ini.
Aku kaget dan menghela nafas panjang, berbarengan dengan adzan berkumandang. Diantara ketakutaanku itu, ntah mengapa tiba-tiba aku ingat pesan guru agama di SDku 11 tahun yang lalu, “Kalo berwudhu, pas istinsyaq (menghirup air ke rongga hidung) yang sempurna ya, karena itu bakal menghindari virus dan bakteri yang ada di hidung kita.” Aku mengambil wudhu, di saat momen itu aku dengan tumben-tumbennya khusyuk bewudhu sembari benar-benar pasrah, lalu shalat isya.
Setelah shalat, aku hanya berpasrah, ntah dari mana ketenangan itu datang. “Yaudah virus aku tau kamu ada disini, gapapa kalo kamu mau masuk ke tubuhku, gapapa masuk aja. Hai virus-virus baik dalam tubuh, mari berkompromi! Aku juga akan berusaha memberimu makanan yang terbaik.” Aku bener-bener ngomong sendiri wkwkwk
Di momen itu, aku melepaskan dan mengizinkan apapun yang terjadi. Whatever will be will be. Membuatku sedikit tenang dan akhirnya bisa merencanakan strategi untuk keluar kos dengan aman agar aku bisa stok buah-buahan dan bahan makanan untuk beberapa hari ke depan, selama isoman.
Beberapa teman yang mengetahui aku telah kontak dengan kawanku yang positif ini bilang, “Yaudah isoman dulu, nanti setelah 5 atau 6 hari kontak biasanya keliatan kalo ada gejala atau engga. Terus nanti kamu tes ya buat memastikan aja“.
Aku sebenarnya tidak begitu khawatir di titik itu, namun yang membuatku was-was adalah karena aku harus membeli beberapa bahan yang membuatku harus kontak dengan orang lain. Terlebih aku tinggal di kos, khawatir akan menyebarkan ke tetangga kos ku. Meskipun aku memang tidak ada gejala apa-apa, aku juga sudah vaksin dua kali. Tapi tetap saja, takut membawa kemadharatan untuk orang lain. Karena kita gak tau kan kerentanan setiap orang.
Aku akhirnya dengan was-was dan sedikit nekad keluar kos dengan double masker bahkan triple wwkwk. Membeli bahan-bahan makanan, vitamin dan buah-buahan. Segera ke kos lagi, dengan rasa bersalah karena sudah bertemu beberapa orang.
Selama aku di kos, aku sudah merencanakan beberapa hal agar aku tetap bisa enjoy tapi tidak terlalu banyak bertemu dengan tetangga kos ku hehe. Aku bangun pagi banget sebelum semua bangun, aku masak untuk makan. Aku menikmati udara subuh tanpa ada tetangga yang keluar wkwk. Sekitar jam 7, saat tetangga kos sudah mulai keluar kamar, aku ke rooftop untuk menjemur hingga jam 8 pagi. Lalu, kembali lagi ke kamar. Ya, pokoknya aku akan keluar kalo para tetangga kos pada kerja dan sepi, deh! Wkwk demi kemaslahatan umat hahaha
Beberapa hari yang aku lakukan begitu. Aku memang udah vaksin, tapi tetap aja tidak menjamin. Tapi dengan cara kerja vaksin, aku yakin sudah ada virus dan bakteri baik dalam tubuh yang akan membantu imunku lebih kuat dan bisa diajak untuk berkompromi. Tugasku sekarang membantu virus tersebut agar bisa bekerja dengan optimal. Aku membuat makanan sehat, mengurangi makan yang aneh-aneh yang bisa mendzalimi para pasukan virus yang telah membantuku ini. Sambil aku tetap khusyuk beristinsyaq saat wudhu meski aku sedang datang bulan haha.
Setelah 5 hari, gejala masih tidak ada. Alhamdulillah, badanku masih terasa sangat fit dan bisa beraktivitas seperti biasa. Namun, aku tetap harus memastikan bahwa diriku tidak membawa virus yang tidak baik itu yang bisa jadi merugikan orang lain. Atau minimal aku tidak lagi merasa bersalah jika aku harus kaluar untuk membeli buah-buahan ke depan kos.
Aku akhirnya pergi tes sendiri, aku memutuskan jalan kaki selama 15 menit dari kos ke klinik terdekat. Tujuannya mengurangi overthinking selama di jalan pelan-pelan untuk menjaga mental tetap waras. Setelah beberapa hari ini seperti tidak waras karena mengobrol sendiri seakan-akan mengobrol dengan virus dalam tubuh hehehe. Dalam hatiku, ‘Kalo ini negatif, inimah kuasa-Nya karena telah menggerakan virus-virus baik dalam tubuh‘. Soalnya kalo kata temenku ‘kamu kontak seintens itu sama yang positif itu kaya udah pasti lah kena‘. Sepanjang jalan aku sudah sepakat dengan hati dan pikiranku, aku akan menerima jika seandainya aku positif.
30 menit menunggu, akhirnya keluar hasilnya dan ‘negative‘. Aku sebenarnya cukup shock tapi sangat terharu. Bersyukur, ini karena kuasa-Nya. Ngomong sendiri lagi, aku berterima kasih pada virus-virusku yang telah berkompromi denganku.
Di titik ini aku sangat bersyukur. Itu mengapa aku sangat tidak setuju dengan narasi melawan covid-19. Mengapa covid-19 harus dilawan? Apakah mereka musuh? Kalo iya, senjata apa yang kita punya? Vaksin? Bukankah vaksin juga melibatkan virus tersebut. Di samping aku tidak tau dari mana virus itu dan konspirasi apalah itu. Aku tetap yakin semua terjadi atas kuasa-Nya, atas izinnya, dan merupakan tanda-tanda alam. Sebagaimana lebih lanjut aku ceritakan persepsiku di cerita sebelumnya.
Narasi ‘melawan’ itu seakan-akan mengganggapnya sebagai musuh yang harus dihilangkan. Padahal menurutku, saat sudah dalam kondisi seperti ini, ya virus akan terus ada, tinggal bagaimana kita men-treatmentnya. Vaksin menurutku cukup membantu, karena tugas kita tinggal berkompromi dengan mereka. Seringnya kan kita lupa selalu mendzalimi mereka dengan makanan kita yang tidak sehat. Terus menarasikan covid itu konspirasi, namun lupa bermuhasabah diri. Alam semesta bekerja dengan kehendak-Nya dan setiap yang terjadi pasti ada sebabnya, mungkin saja inilah caranya mengembalikan keseimbangan. Saatnya lebih banyak diam dan mendengarkan. ‘Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Ali Imron 190-191)” Wallahu’alam Bishawwab.
0 Komentar