Guru, bukan Sekadar Profesionalitas, tapi tentang Keluhuran Integritas (Refleksi Guru Sekolah Dasar di Sukabumi, Jawa Barat)

Menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), di mana dalam pasal 1 UUGD dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru tidak hanya bertanggung jawab terhadap peningkatan pengetahuan, namun pada pengembangan karakter yang akan membawa siswa dalam bersikap pada “pengetahuan”. Oleh, karena itu profesi guru sangatlah mulia, apalagi jika setiap guru tidak sekadar mengadahulukan keprofesionalitasan namun diiringi dengan pemaknaan mendalam yang akan berdampak pada penerimaan esensi yang didapat oleh siswa. Sikap, kemampuan dan pengetahuan seorang profesinal, dalam hal ini guru akan tercermin dari bagaimana pengaplikasian dalam menjalankan profesinya tersebut. Hal ini tercermin pada seorang guru SD, yaitu Ibu Mumuy Munawaroh, seorang pegawai negeri yang berprofesi sebagai guru di sekolah swasta islam, MI MWB Sukabumi. Saat itu saya masih kelas 2 SD masih terbilang sangat awam terhadap sistem, regulasi dan professionalitas. Namun, yang saya ketahui saat itu hampir tiap malam Ibu ini sibuk dengan pekerjaan sekolahnya, saat itu dia adalah wakil kepala sekolah bidang kurikulum. Kini, baru saya ketahui bahwa bidang kurikulum ini adalah pekerjaan yang sibuk karena harus mengatur jadwal kegiatan sekolah selama setahun pelajaran. Pada saat itu, yang saya pikirkan hanya ‘Mengapa ibu ini hanya bekerja keras sendiri? Ke mana rekan-rekan yang lain
nya? Ke mana rekan pria yang harusnya mendampingi dia bekerja hingga larut malam setiap harinya, pun kepala sekolah tidak terlihat setiap malamnya?’ Saya yang saat itu masih terbilang kecil untuk mempertanyakan hal-hal itu memaksakan diri untuk bertanya. Saat itu saya kebetulan diminta bantuan Ibu tersebut untuk mengetik, saya pun bertanya, “Bu, mengapa ibu mau saja menjadi budak sekolah? Setiap hari mengajar hingga sore hari, dilanjut mengerjakan tugas-tugas sekolah yang tiada hentinya hingga larut malam? Kemana teman-teman Ibu yang lain?” Dengan raut wajah lelah, Ibu tersebut menjawab, “Nak, guru itu mengajar dan mendidik. Mengajar itu dengan pengetahuan dan kemampuan. Mendidik itu dengan contoh yang baik. Saat ini, Ibu sedang diamanahi melaksanakan pekerjaan tambahan oleh kepala sekolah. Jika ibu saja tidak bisa melaksanakan amanah dengan baik dan loyal, bagaimana ibu bisa mendidik kalian, anak-anak dan murid-murid ibu?” Saat itu saya benar-benar merasa terdidik oleh seorang guru wanita ini yang sangat penuh tanggung jawab dan memiliki loyalitas tinggi terhadap pekerjaan dan hal itu yang secara tidak langsung menjadikan kharismanya menjadi sosok yang patut diteladani.
Sekolah saya, di MI X di Sukabumi tersebut adalah salah satu sekolah swasta di bawah yayasan pendidikan yang highclass, cukup bonafide dan wali murid yang memasukan anaknya disitu memiliki gengsi yang sangat tinggi karena biaya sekolahnya pun cukup tinggi. Hal itu yang membuat saya mulai paham politik uang sangat keras, selain itu politik permainan nilai pun sangat tersohor. Bahkan untuk memiliki rangking 1 pun, wali murid bisa dengan mudahnya membayar wali kelas dengan tas hermes branded atau dengan menyodorkan amplop. Kebiasaan buruk itu membuat seorang guru tidak memiliki kebebasan bersikap, kebebasan memutuskan kebijakan dan sangat rentan integritasnya goyah, karena semuanya terpengaruh pada politik uang yang ditawarkan oleh para wali kelas yang menginginkan prestasi anaknya hanya karena gengsi. Sikap ini berbeda dengan yang dimiliki Ibu Mumuy ini, Ibu ini terkenal oleh murid-murid nya adalah guru yang sangat cerdas dan galak. Ketegasannya saat mengajar terlihat saat ada murid yang tidak memperhatikannya dia selalu mencoretnya dengan spidol atau sekedar mengingatkan murid tersebut dengan nada yang cukup tinggi. Hal ini yang membuat murid sangat segan kepada Ibu ini. Berbeda dengan guru lainnya yang
masih takut berbuat tegas karena takut ada laporan kepada orang tua muridnya. Baginya, integritas itu nomor satu. Dia tidak mempedulikan tanggapan orang lain termasuk wali murid yang akan mengganggapnya sebagai guru galak daripada dia tidak bisa mendidik muridnya dengan baik. Bahkan dia bukanlah guru yang selalu terpengaruh dengan amplop yang diberikan wali murid hanya karena ingin meningkatkan rangking anak wali murid tersebut.
Ke’galak’an ibu ini sangat berbanding terbalik ketika saat itu saya tepat kelas 4 SD. Saat itu ada siswa kelas 5 yang sedang bermasalah. Bermasalah di sekolah, karena ternyata dia adalah anak broken home yang ditinggal cerai kedua orang tuanya hingga dia tinggal bersama neneknya. Dari hasil curhatannya kepada Ibu Mumuy ini, anak tersebut sering kabur-kaburan dan dia merasa diterlantarkan oleh orang tuanya. Hingga hari itu juga, Ibu ini mengantarkan anak tersebut ke rumah orang tuanya yang berada di Cianjur, 2 jam perjalanan dari Sukabumi. Selama perjalanan, anak ini terus menangis dan bercerita tentang apa yang dia alami selama dia sangat terjatuh karena perceraian kedua orang tuanya. Ibu ini sangat bijak dan rona wajahnya sangat melihatkan bahwa dia bukan sekadar guru yang bertanggung jawab akan pendidikan murid-muridnya, namun rona tersebut memperlihatkan sosok ibu yang melindungi anaknya. Hingga sesampainya di rumah orang tua anak tersebut, Ibu ini membicarakan semua perihal permasalahan anak tersebut di sekolah. Berbicara dari hati ke hati, seperti layaknya seorang ibu. Akhirnya, permasalahan anaknya dapat ditangani. Anak tersebut akhirnya memilih tinggal bersama Ibunya di Cianjur tersebut dan pindah sekolah dari Sukabumi.
Tidak sebatas disitu keteladanan Ibu ini berikan pada kami. Saat itu saya sudah lulus dari SD. Ada seorang Bapak dan Ibu bermobil mewah yang membawa anaknya yang sudah lulus SMA, mendatangi rumah Ibu Mumuy. Lalu, Bapak itu menyodorkan berbagai bingkisan sembari berkata, “Ibu, ingat gak saya? Ini Wafa (anaknya yang sudah lulus SMA) dulu muridnya Ibu angkatan X. Ibu ingat gak, dulu saya masih menjadi supir angkot. Saya masih sangat ingat, Wafa, anak saya tidak bisa membayar buku pelajaran karena saya tidak ada uang, tapi ibu membebaskan uang bayaran bukunya saat itu. Ini ada sedikit untuk Ibu, karena kebaikan ibu pada keluarga saya.”.
Saya yang saat itu berada di samping Ibu Mumuy sangat kaget dan terharu. Sungguh kebaikan sekecil apapun ketika kita ikhlas dan tidak meminta imbalan apapun, akan Allah selalu catat menjadi nilai kebaikan yang akan secara otomatis tercatat pada orang lain yang telah dibantu. Saya sangat terharu dengan sikap Ibu Mumuy sebagai guru yang tidak hanya mendahulukan professionalitas dalam mengajar namun menanamkan nilai kebaikan dengan berbagi kepada siapapun.
Selama di sekolah, Ibu Mumuy adalah orang selalu menyibukan diri dengan aktivitasnya saat guru-guru wanita lainnya sedang sibuk bergosip. Hal itu yang membuat dirinya cenderung terkenal selalu bergaul dengan guru-guru pria yang katanya dia,” gak ribet, gak suka gosip dan gak baperan”. Namun, pendiriannya itu tidak menjadikan dirinya dijauhi oleh guru-guru wanita lainnya, namun malah sering jadi tempat curhat bagi mereka karena dianggap sosok yang netral.
Keteladanan Ibu Mumuy ini tidak hanya dirasakan oleh murid-muridnya, namun juga dirasakan oleh rekan-rekan kerjanya. Selain dirinya terkenal karena sosok yang cuek dan dianggap berbeda karena selalu perpegang teguh dengan prinsip hidupnya saat dia mengajar di sekolah, dia tersohor karena sikap ringan tangan yang ia miliki. Bahkan dia terkenal dengan pribahasa “Jika ada orang yang tertarik dengan barang Ibu Mumuy yang dipakai, saat itu pula Ibu Mumuy akan memberikannya”. Sungguh, bagi saya sikap ini yang sangat sulit dimiliki oleh orang lain. Teladan itu bukan perkataan yang indah, yang menggurui tentang bagaimana murid harus bersikap. Namun, cerminan kebaikan seorang guru, yang akan terpatri pada setiap diri muridnya.
Bagi saya, sikap adalah salah satu pondasi utama yang harus dimiliki oleh seorang professional. Terlebih kemampunan dan pengatahuan adalah aspek yang bisa dicari dan dilatih. Menurut Wikipedia, kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melaksanakan semua tugas dalam pekerjaannya. Oleh karena itu, kemampuan adalah hal yang bisa dilatih dan dibisakan. Termasuk guru yang harus memiliki kapasitas sebelum dia terjun mengajar dan mendidik muridnya, Menurut Direktroat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementistek Dikti, guru harus berkualitas S1, guru harus memiliki sertifikat profesi pendidik yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Berkaitan dengan hal tersebut, PP No. 74 pasal 2 tahun
2008 tentang Guru menyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Ibu Mumuy, yang sejatinya adalah guru pegawai negeri saat itu tentunya memiliki sertifikasi, yang kebetulan di bidang kesastraan, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris saat itu. Sosok ibu Mumuy bagi saya, bukan tipikal guru yang merasa cukup dengan ilmunya lalu dia bisa menyampaikan kepada muridnya. Hal itu terlihat dari, dirinya yang selalu mengikuti kepelatihan keguruan. Bahkan saat itu saya masih sangat ingat, saat saya kelas 6 SD, ibu Mumuy baru saja melahirkan anak keempatnya. Beberapa bulan setelah itu, ada pelatihan sertifikasi guru. Tanpa mengatasnamakan cuti kelahiran sebagai alasan, dengan semangat dirinya tetap mengikuti kepelatihan itu untuk menunjang sertifikasinya sebagai guru dengan membawa bayi yang sangat belia ditemani pengasuhnya. Sungguh bagi saya Ibu ini adalah sosok teladan yang selalu meningkatkan kompetensi keguruannya. Tidak peduli dengan rintangan, namun selalu memanfaatkan kesempatan yang ada.
Peningkatan kemampuannya tidak hanya diasah melalui peningkatan kompetensi keguruan yang sering dia ikuti. Namun, juga melalui pengaplikasian kemampuan murid-muridnya di perlombaan. Saya masih sangat ingat, saat Ibu Mumuy masih aktif di bidang kesiswaan, kami selalu dilatih dan diikutkan ke berbagai lomba yang sesuai dengan passion kami. Tahun-tahun itu adalah tahun keemasan bagi sekolah saya. Karena banyak murid-muridnya yang difasilitasi dan dilatih untuk mengikuti perlombaan. Termasuk saya yang saat itu bisa mengharumkan nama sekolah hingga tingkat provinsi dan nasional karena selalu dilatih oleh Ibu Mumuy itu. Tidak terkecuali teman-teman saya yang merasakan hal yang sama.
Tentang sikap dan kemampuan Ibu Mumuy ini bagi saya tidak perlu diragukan lagi, pun tentang pengetahuannya sebagai guru. Ibu Mumuy adalah sosok yang tidak kaku dalam mengajar, dia selalu menginovasi cara belajarnya agar mudah diterima oleh murid-muridnya. Kreativitas cara mengajar tidak akan muncul jika guru tidak berpengatahuan atau tidak mau meningkatkan pengetahuannya.
Setiap mengajar, sebelumnya Ibu ini selalu menyiapkan catatan kecil hasil dia me-review bahan ajarnya serta mencari informasi pembelajaran di referensi lain. Hal itu yang membuat kami sangat mudah menerima ilmu yang disampaikan karena Ibu Mumuy selalu luwes dan menguasai materi yang diajarkan. Sosok Ibu Mumuy yang berpengetahuan luas, tidak menjadikannya sosok yang tertutup. Dia adalah sosok yang terbuka dalam mengajar, selalu menerima masukan dari murid-muridnya dan tidak kaku pada pendapatnya sendiri. Hal ini yang membuat dirinya akrab dengan murid-muridnya bahkan hingga selalui dijadikan tempat curhat oleh muridnya, pun hingga muridnya sudah lulus masih selalu mengadu padanya.
Tidak hanya dalam hal mengajar, pengetahuannya dalam sistem pembelajaran membuatnya diamanahi menjadi wakil kepala sekolah di bidang kurikulum dan kesiswaan seperti yang sudah diceritakan di awal. Padahal, saat itu hanya dia satu-satunya guru wanita yang terlibat dalam kebijakan sekolah di antara jajaran guru laki-laki yang memenuhinya. Hal itu tentu ditunjang dengan pengetahuan lebih yang dimilikinya.
Sikap, kemampuan dan pengetahuan adalah tiga aspek yang penting bagi seorang professional. Ketiga aspek tersebut sangat menunjang professional untuk dapat melaksanakan profesinya dengan baik. Dari refleksi cerita Ibu Mumuy Munawaroh, seorang guru sekolah dasar di Sukabumi, saya menyimpulkan bahwa ada aspek utama yang harus dimiliki oleh seorang professional, yaitu sikap. Sikap yang mulia akan tercermin dengan intergritas dan prinsip hidup yang dijaga. Hal itu yang akan mempermudah mendorong seseorang untuk terus meningkatkan kemampuan dan pengatahuannya.
Ibu Mumuy Munawaroh adalah guru dan mama yang sangat sempurna bagi saya. Cerita di atas adalah secuil kebaikan yang Ibu Mumuy lakukan di sekolah dari sekian banyak kebaikan yang selalu menjadi teladan bagi kami, anak-anak dan muridnya. Mama adalah seorang guru yang sangat professional dengan pekerjaannya. Namun, tetap bertanggung jawab dengan pendidikan anak-anaknya di rumah, bagi saya mama telah berhasil menjadi madrasatul ulaa bagi kami anak-anaknya. Bagi kami mama Mumuy Munawaroh telah berhasil mendidik kami hingga kami tumbuh besar seperti sekarang, mama telah berhasil mengajarkan kami
hingga kami bisa survive di tempat perantauan kami masing-masing. Meski mama kini telah meninggalkan kami, mama sudah tenang berada di tempat yang berbeda dimensi. Tapi, nasihat, didikan dan motivasi mama selalu terpatri pada diri kami. Kini kami hanya ingin membuktikan ketercapaian kami karena “keberhasilan mama” mendidik kami.

 

Posting Komentar

0 Komentar