Air merupakan bagian vital dalam kehidupan makhluk hidup di bumi. Menurut WWF (2011), badan air terbesar terdapat di laut sebesar 97 persen dan sisanya sebesar 3 persen adalah air tawar yang kita digunakan untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Dari air tawar itu dua per tiga nya adalah gletser dan es di kutub yang berfungsi menstabilkan iklim global dan hanya satu pertiganya saja yang dapat dimanfaatkan 7 milyar jiwa manusia di dunia. Semakin bertambahnya populasi manusia, semakin tinggi pula kebutuhan terhadap air bersih, baik air untuk minum atau untuk kebutuhan mandi, cuci dan lain sebagainya. Namun hal tersebut tidak sebanding dengan ketersedian air yang ada. Bahkan semakin meningkatnya aktivitas manusia memberikan dampak negatif bagi lingkungan, terutama terhadap pencemaran air akibat aktivitas rumah tangga, industri dan lain sebagainya. Hal itu menjadikan semakin minimnya ketersediaan air bersih yang sangat vital untuk menunjang keberlanjutan hidup manusia.
Menurut badan Kesehatan Dunia (WHO), sedikitnya 844 juta orang kekurangan air untuk konsumsi, serta secara global 2 milyar orang mengonsumsi air yang telah tercemar. Semakin tingginya pencemaran air tentu akan berdampak negatif pada berbagai aspek kehidupan manusia, terutama terhadap kesehatan manusia. Menurut PBB, lebih dari satu miliar orang tidak memiliki akses terhadap air bersih, tiga miliar orang tidak memiliki layanan sanitasi yang memadai, dan angka kematian akibat penyakit menular melalui air yang kurang bersih mencapai tiga juta kematian per tahun. Sedangkan, menurut WHO meminum air yang tercemar menyebabkan paling tidak 502.000 orang meninggal setiap tahunya karena menderita penyakit diare.
Untuk mengatasi kekurangan air bersih tersebut sudah banyak upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak, diantaranya dengan melakukan berbagai pengolahan air menjadi bisa digunakan bahkan layak diminum. Teknologi yang kini sedang booming adalah Graphair. Graphair adalah filter graphene yang terbuat dari kedelai dan mampu mengubah air yang sudah tercemar menjadi layak minum. Teknologi tersebut diinisiasi oleh seorang ilmuwan Australia yang tergabung dalam Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO).
Graphair ini adalah teknologi yang dibuat berupa ghaphene dengan bahan yang alami yaitu kedelai. Prosesnya dengan mengubah minyak kedelai menjadi film graphene dalam satu langkah. Hanya dengan panas, minyak kedelai dipecah menjadi bebagai unit bangunan karbon yang penting untuk sintesis graphene. Selain itu, Graphair tidak memerlukan serangkain proses penyaringan seperti teknologi penyaringan pada umumnya, cukup dalam sekali proses penyaringan saja [2].
Filter graphair ini dilaporkan mampu membuat air dari pelabuhan sydney yang tercemar menjadi air yang dapat dikonsumsi (diminum). Ilmuwan CSRIO mampu membuat film saluran nano mikroskopis yang mampu meloloskan air yang melaluinya dan menahan pollutan yang terbawa oleh air. Selain itu graphair memiliki keunggulan lain yaitu desain dan bentuknya yang lebih simpel, lebih murah, dan lebih ramah lingkungan dibanding filter biasa [3].
Uji coba Graphair ini dilakukan pada air laut yang tercemar dari Pelabuhan Sydney menunjukan bahwa tanpa menggunaka Graphair, selama 72 jam menyumbat membran filter (penyaring) biasa, setelah menggunakan Graphair ilmuwan mengklam bahwa filter tidak tersumbat, lebih banyak zat pollutan yang tersaring dan air yang melalui Graphair layak dan aman untuk diminum. Graphair juga 100% dapat melakukan penyaringan terhadap garam, 100 % melakukan penyaringan terhadap kontaminan yang berasal dari rumah tangga seperti deterjen.
Dapat disimpulkan bahwa Graphair efektif dalam proses filtrasi air. Selain akurasi tinggi yang dapat memfilter air tercemar yang mengandung salinitas tinggi maupun yang berasal dari rumah tangga, teknologi ini juga ramah lingkungan karena dibuat dari bahan terbarukan yaitu kedelai yang menyebabkan proses pembuatannya cukup simple dan lebih murah dari pada graphene konvensional. Teknologi ini juga diharapkan dapat terus dikembangan untuk menjadi solusi efektif dan efisien dalam mengatasi krisis air bersih.
Referensi:
[1] WWF Indonesia. 2012. Air Bersih dan Kehidupan Manusia
https://www.wwf.or.id/?26120/Air-Bersih-dan-Kehidupan-Manusia (diunduh pada Rabu, 30 Mei 2018 pukul 22.01 WIB)
[2] CSIRO. 2017. CSIRO makes high-quality Graphene with Soybeans.
https://www.csiro.au/en/News/News-releases/2017/CSIRO-makes-high-quality-graphene-with-soybeans (diunduh pada Rabu, 30 Mei 2018 pukul 21.14 WIB)
[3] Handoko. 2018. Graphair: Dilter Graphene Berbasis Kedelai, Kandidat Filter Air Efisein di Masa Depan.
https://warstek.com/2018/05/27/kedelai/ (diunduh pada Rabu, 30 Mei 2018 pukul 20.41 WIB)
0 Komentar